Duka mendalam kehilangan George Floyd, seorang suami yang sangat ia cintai masih sangat terlihat dalam diri Roxie Washington. Apalagi George Floyd meninggal dengan sangat tragis, tertelungkup di trotoar, di bawah tindihan tiga petugas polisi. Bagi ibu dari Giana, seorang putri semata wayang yang masih berusia 6 tahun, Floyd adalah sosok ayah yang baik dan tidak pantas meninggal tragis seperti itu.
Kesedihan itu tidak bisa ia sembunyikan begitu saja, saat pertama kalinya muncul dan bicara di depan publik usai kematian suaminya. Bersama Giana, yang menggenggam erat tangannya, Washington menuntut keadilan atas kematian sang suami. Roxie Washington menginginkan empat petugas polisi yang terlibat dalam kematian Floyd mendapat hukuman yang setimpal atas pembunuhan yang telah memicu gelombang unjuk rasa protes di seluruh AS dan dunia.
"Pada akhir hari, mereka bisa pulang dan bersama keluarga mereka," ujar Washington. "Tapi Gianna tidak memiliki ayah. Dia tidak akan pernah melihatnya tumbuh, lulus (sekolah). Dia tidak akan pernah berjalan menyusuri lorong," ucap Washington, sembari menangis. Ketika Washington menyampaikan konferensi persnya di Balai Kota Minneapolis, Gianna, mengenakan kemeja putih, sepatu tenis dan celana jeans biru muda.
Ia selalu menempel pada ibunya, kadang kala terlihat kerutan di wajahnya. "Dia mencintainya, dia sangat mencintainya," kata Washington tentang perasaan Floyd kepada putri mereka. "Saya di sini untuk anakku. Saya di sini untuk George Floyd karena saya ingin keadilan baginya, dan aku ingin keadilan baginya karena dia baik. Tidak peduli apa yang orang pikirkan, dia baik," tuturnya.
Washington diapit oleh pengacara keluarga dan teman dekat keluarga Stephen Jackson, mantan pemain National Basketball Association, yang membawa Gianna ke dalam gedung. "Mengapa kita harus melihat rasa sakitnya? Saya di sini untuk mendapatkan keadilan bagi saudaraku… dan entah bagaimana, Tuhan, kita akan mendapatkannya, "kata Jackson. "Ini harus berhenti," tegasnya.
Dua dokter melakukan autopsi independen terhadap jenasah George Floyd, yang meninggal dalam tahanan polisi di Minneapolis dua pekan lalu dan memicu gelombang unjuk rasa di Amerika Serikat (AS). Hasil autopsi menyimpulkan, Floyd meninggal karena sesak napas lantaran leher dan punggungnya ditekan, sehingga tidak ada aliran darah ke otak. Sehingga tewasnya Floyd merupakan pembunuhan. Hasil autopsi menunjukkan pria 46 tahun itu meninggal di tempat kejadian perkara (TKP).
Para dokter juga mengatakan Floyd tidak memiliki kondisi medis yang mendasar dan berkontribusi pada kematiannya. Hal ini sungguh bertentangan dengan temuan awal autopsi resmi oleh Hennepin County Medical Examiner, yang dikutip dalam dokumen pengadilan, bahwa tidak ada bukti pencekikan traumatis. Sebagaimana diketahui dari dokumen tuntutan, seorang anggota polisi kulit putih dihadapkan ke pengadilan karena melakukan aksi pembunuhan terhadap Floyd.
Polisi yang menindih leher Floyd, Derek Chauvin, kini sudah dipecat dan dituntut atas pembunuhan tingkat tiga dan pembantaian. Hasil ini juga mengatakan penyakit arteri koroner dan hipertensi juga mungkin berkontribusi terhadap kematian Floyd. Laporan autopsi lengkap dari daerah setempat belum dirilis.
"Bukti ini konsisten dengan asfiksia mekanik sebagai penyebab kematian dan pembunuhan sebagai cara kematian," kata Dr Allecia Wilson dari University of Michigan, salah satu dari dua dokter forensik yang melakukan autopsi independen. Video yang beredar menunjukkan Floyd memohon dan berulang kali mengatakan, 'ia tidak bisa bernapas' ketika seorang polisi Derek Chauvin terus menempelkan lututnya ke leher Floyd selama hampir sembilan menit. Dua petugas lainnya juga menekan lutut mereka ke punggung Floyd.
Dr Michael Baden, yang juga mengambil bagian dalam autopsi independen atas permintaan dari keluarga Floyd, mengatakan, tindakan dua anggota polisi itu juga menyebabkan Floyd kematian. Baden menambahkan ia tidak menemukan masalah kesehatan yang mendasar pada Floyd dan menyebabkan kematiannya. Baden berpengalaman dalam menangani kasus kasus besar, termasuk kasus kematian 2014 lalu, Eric Garner, seorang pria kulit hitam yang meninggal setelah dicekik oleh polisi di New York.
"Banyak polisi punya kesan bahwa jika Anda dapat berbicara, itu berarti Anda sedang bernapas. Itu tidak benar, "kata Baden. "Saya berbicara sekarang di depan Anda dan tidak bernapas," ucapnya sambil menirukannya. Antonio Romanucci, salah satu pengacara yang mewakili keluarga Floyd, mengatakan empat polisi yag berada di tempat kejadian harus menghadapi tuntutan. Jadi bukan hanya Chauvin.
"Tidak hanya lutut di leher George penyebab kematiannya, tapi begitu juga dua polisi lain yang melakukan hal yang sama di punggungnya, yang tidak hanya mencegah aliran darah ke dalam otaknya, tetapi aliran udara ke dalam paru parunya," kata Romanucci. "Karena itu semua petugas di TKP harus bertanggung jawab," tegasnya. Ben Crump, pengacara kepala dari keluarga Floyd, mengatakan autopsi independen dan bukti video memembuktikan, Floyd sudah tewas ketika ia masih berbaring di jalan dengan polisi di atasnya.
Keluarga Floyd juga meminta agar aksi protes kekerasan yang terjadi di Amerika Serikat untuk segera diakhiri. "George meninggal karena ia membutuhkan napas, menghirup udara," kata Crump. "Saya memohon Anda semua untuk bergabung dengan keluarganya dalam mengambil napas mengambil napas untuk keadilan, mengambil napas untuk perdamaian. " (Reuters/CNN/Channel News Asia)